Puisi: Jantung Melayu, Datuk Tenas Effendy
Dua. Nol. Satu. Lima.
Langit Melayu muram
Bukan perkara semut beranjak dari sarang, bukan pula karena gajah melepas gading
Atau harimau nan tinggalkan belang
Langit Melayu muram sebab satu jantungnya kembali ke pangkuan suci Tuhan
Ke manakah akan pergi muda-mudi kala rimba merambati?
Meski langit kota bertuah tetap cerah
Tugu Zapin, sungguh, masih tegak indah
Dan Tiga ikan selais terus berdansa dalam udara
Aku, si budak melayu, hilang muara
Kususuri uban-uban di janggut waktu
Kembali pada kesaksian masa,
perihal lahirnya anugerah:
Seorang putra panitera Kesultanan Pelalawan
Nan tumbuh dalam senandung syair Nenenda dan
selubung julur tekat-tekat — saban detik menyelimuti,
sarat cinta kasih
Jantung anugerah itu berdetak, mengakar pada bumi melayu
tunak menancapkan tamadun nan khas dan am
menyimpan mata air jernih
menalikannya ke sepanjang peradaban, bermuara, lalu melintas samudera
mengaliri kampung halaman dan negeri-negeri jauh dengan pepatah-petitih terala
Ia lahir dari perut Bumi Lancang Kuning, sebati dengan tanah-tanah, takah-takah,
pun jiwa-jiwa putra-putri negeri melayu
menanam tunjuk ajar pada jiwa-jiwa baru
“Manusia mati meninggalkan nama.”
Datuk, namamu lantang bergaung
Membawa jiwa-jiwa kami pulang pada tamadun ala
Bermuara pada asal luhur nan terlupa
senandung ikrar menggema, mengakar dalam hati:
“Tak Melayu hilang di bumi.”
Pekanbaru, 28 Januari 2022.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar