Senin, 21 Maret 2022

DARI KANTI UTAMI KITA BELAJAR LAGI, MARI LEBIH MEMERHATIKAN KESEHATAN PSIKIS PARA ISTRI


DARI KANTI UTAMI KITA BELAJAR LAGI, MARI LEBIH MEMERHATIKAN KESEHATAN PSIKIS PARA ISTRI
________________________
Oleh: Ustadzah Kholda Najiyah

Seorang ibu mencoba membunuh buah hatinya sendiri, tiga sekaligus. Satu meninggal dan dua selamat. Dia mengaku tidak gila, hanya ingin menyelamatkan anaknya agar tidak menderita. Persis kejadian di Bandung beberapa tahun lalu, di mana seorang ibu membunuh tiga anaknya hingga tewas. Kali  ini terulang di Brebes. 

Semoga kedua anaknya yang selamat segera pulih dan sehat kembali. Dan semoga ibunya tetap diberi kesadaran agar bisa diproses secara hukum untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Bagaimanapun ini tindak penyaniayaan.

Namun, tanpa bermaksud membela perilakunya yang jelas melakukan tindak kriminal, ada yang perlu menjadi perhatian serius kita semua, yaitu depresi pada istri.
Ya, saya dan banyak orang menduga sejatinya dia mengalami depresi. Sakit mental parah.

Saya bahkan bisa menebak, pasti dia orang introver, yang menanggung beban pikiran sendiri karena merasa enggan berbagi. Orang yang cenderung berpikiran negatif dan cemas berlebihan akan masa depannya. Masa depan diri dan anak-anaknya. Terutama kecemasan finansial. 

Sebagaimana diberitakan, Kanti Utami masih muda, 35 tahun. Anaknya masih kecil, berarti ada di fase repot. Sudah sering saya tulis, bahwa rumah tangga akan mengalami fase ini. Fase di mana istri akan luar biasa lelah fisik dan psikis dalam mengelola rumah tangga dan mengasuh anak.

Apalagi ditambah dengan kondisi Kanti yang harus mencari tambahan uang sendiri, dalam kondisi LDR dengan suami. Lengkap sudah penderitaannya, karena dia benar-benar menanggung beban berat sendiri. Saya bisa merasakan bebannya, karena saya pernah bekerja sehingga tahu beratnya mencari uang. 

Sungguh, di fase repot ini dibutuhkan perhatian dan pengertian dari suami. Jika tidak ada komunikasi dan kerjasama yang baik, akan merasa berat sekali. Dan ini yang kebanyakan dialami para istri. 

Oke, kita tidak boleh menyalahkan suami 100 persen, karena kita pun paham, cara suami memberi perhatian terkadang tidak sesuai harapan istri. Tidak sama caranya dengan cara wanita. Bagi suami, memberi nafkah (meski mungkin tidak cukup), pulang ke rumah, tidak selingkuh atau tidak main tangan, sudah dianggap bentuk perhatian. 

Tetapi, memang tak sedikit suami yang begitu abai dengan perasaan istrinya. Misal, tidak pernah ditanya kondisinya, apakah lelah. Tidak diapresiasi pekerjaannya, dipuji atau dipeluk mesra. Tidak pernah diajak berduaan, malah suami sibuk dengan teman-teman atau gadgetnya. 

Maka itu, dari kasus Kanti Utami, pelajaran untuk para istri, jangan merasa menderita sendiri. Bicaralah, berbagilah dengan suami.  Berbagilah beban, jangan kau tanggung sendirian. Berakrab-akrablah dengan suami layaknya sahabat dekat. 

Dan untuk para suami, perhatikan kondisi psikis istrimu. Sering-seringlah dipeluk, dikecup, dipegang tangannya dan dengarkan curhatnya. Sederhana saja kebutuhan mereka akan perhatian, yaitu kehadiranmu, membersamanya atau sentuhanmu. 

Wanita memang makhluk yang mengandalkan perasaan, maka para suami harus mampu menyelami perasaan istri. Caranya, jalinkan keakraban dan persahabatan sedekat mungkin dengan istri. Wanita tidak bisa hanya dengan pendekatan logika. Justru di situ letaknya berkasih sayang.

Mengapa Baginda Rasulullah SAW mengajak Aisyah lomba lari, dan mengapa membiarkan ada nyanyian dan tarian di rumahnya saat hari raya, meski Rasul sendiri memalingkan mukanya? Karena saat itu usia Aisyah masih remaja. 

Rasul mengakomodasi kebutuhan istrinya akan dunia mudanya. Demi menyenangkan istri, kekasih hatinya. Rasul pun tidak marah saat Aisyah merajuk karena kecemburuannya. Maklum, masih darah muda. Perempuan pula. Baperan itu lumrah. 

Wanita memang begitu. Ada ruang di hatinya yang butuh diisi dengan cinta, yaitu oleh suami. Tangki cintanya jangan sampai kosong. Jika tak mencukupi, terjadilah lapar jiwa yang dipendam dan suatu saat akan meletus bak bom waktu dalam bentuk minta cerai, menyakiti suami, menyiksa anak, atau bunuh diri. Na'udzubillahi mindzalik. Cukup. Jangan lagi ada "Kanti Utami" berikutnya. 

Peluk untuk para istri strong! Tetap waras! Jaga kesehatan mental, karena kita terlalu berharga untuk menderita.

*Ustadzah Kholda Najiyah
Founder Komunitas Istri Strong

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sejarah, Akar Masalah, dan Cara Islam Tuntaskan HIV/AIDS

*Sejarah, Akar Masalah, dan Cara Islam Tuntaskan HIV/AIDS* Oleh: Yenni Sarinah, S.Pd (Aktivis Pendidikan Kelahiran Selatpanjang, Riau) ...