Rabu, 09 Maret 2022

LINIMASA NEWS : MENGUPAS TUNTAS KEHARAMAN KRIPTO


Oleh: Yenni Sarinah, S.Pd.

(Penulis Ideologis Riau, Alumni PERS Mahasiswa AKLaMASI Universitas Islam Riau, Anggota Forum Lingkar Pena Pekanbaru, Riau)

Linimasanews.com—Perkembangan uang kripto telah terjadi sejak 1990-an silam dan ini merupakan bentuk upaya untuk mengembangkan perekonomian berbasis digital. Namun, menjadi tertunda karena haramnya uang kripto yang dinilai tidak memenuhi kriteria sebagai alat jual-beli yang sah.

Perkembangan uang kripto atau bitcoin secara teoritis dan legal sekarang ini belum bisa dikatakan sebagai uang atau alat tukar. Karena pada dasarnya, uang itu harus memiliki tiga unsur, di antaranya, sebagai alat tukar, alat penghitung dan alat penyimpan nilai. Mungkinkah ketidakjelasan mata uang digital ini menjadi ancaman?

Diberitakan, harga bitcoin kembali menanjak setelah sempat anjlok dalam beberapa bulan terakhir. Di tengah demam investasi kripto yang mulai marak, calon investor diminta mewaspadai adanya modus penipuan berkedok aset kripto (bisnis.com, 16/02/2022).

Dilansir dari currency.com, daftar pemilik bitcoin adalah Satoshi Nakamoto yang merupakan nama samaran dari pengembang dan pencipta cryptocurrency bitcoin. Penelitian menunjukkan bahwa ia memiliki peti perang sebanyak 1,1 juta BTC, yang kemungkinan tersebar di beberapa dompet digital.

Bitcoin (BTC) adalah aset digital dengan kapitalisasi pasar sekitar USD 881,85 miliar per 3 januari 2022. Dan saat ini per tanggal 17 Februari 2022 BTC berada di level USD 44.027,74 per koin atau setara dengan Rp628,5 juta (dengan asumsi kurs Rp14.274 per dolar AS). Harga Ini dianggap oleh banyak orang sebagai salah satu mata uang digital paling sukses yang pernah ada.

Faktanya, kenaikan bitcoin sejak 2009 telah menciptakan sekumpulan jutawan yang mengejutkan. Jutawan ini telah menghasilkan uang dengan menciptakan produk untuk menumbuhkan ekosistem yang disebut cryptocurrency (singkatnya kripto), bitcoin yang masih baru lahir. Produk yang mendukung berkembangnya transaksi menggunakan bitcoin di antaranya, seperti membeli server internet, membeli produk fashion, dan sebagainya.

Cryptocurrency (uang kripto) adalah mata uang yang tengah popular dalam beberapa tahun terakhir. Di dunia, ada banyak jenis uang kripto yang beredar. Dari namanya saja, cryptocurrency berasal dari dua makna kata, yakni cryptography, artinya kode rahasia dan currency yang artinya mata uang.

Intinya, uang kripto adalah mata uang virtual yang dilindungi kode rahasia. Jenis mata uang kripto yang terpopuler atau memiliki kapitalisasi pasar terbesar dalam dollar AS di antaranya: Bitcoin, Ethereum, Binance coin, Cardano, Degocoin, Litecoin. Dan yang paling populer adalah Bitcoin (BTC).

Kripto/Bitcoin dalam Pandangan Islam

Syeikh Atha Abu Rasytah mengatakan bahwa bitcoin bukanlah mata uang, sehingga tidak berlaku padanya syarat-syarat mata uang. Sebab, mata uang yang disetujui Nabi SAW yaitu dinar (emas) dan dirham (perak) karena pada dinar dan dirham terpenuhi perkara:

Pertama, itu merupakan standar untuk barang dan jasa, yakni bahwa pada dinar dan dirham terpenuhi ‘illat moneter, yakni pada waktu itu bisa sebagai harga dan sebagai upah.

Kedua, dinar dan dirham dikeluarkan oleh otoriternya yang jelas diketahui asalnya, bukannya otoritas yang majhul (tidak jelas) yang mengeluarkan dinar dan dirham.

Ketiga, dinar dan dirham adalah mata uang yang tersebar luas di tengah masyarakat dan bukannya khusus pada satu kelompok dan tidak pada yang lain.

Jika melihat perspektif Islam soal cryptocurrency pada sebuah investasi, tentu pada dasarnya ini memiliki risiko yang tinggi. Karena, terdapat nilai yang fluktuatif dan memiliki manajemen risiko yang besar pula. Sehingga, timbullah fatwa haramnya. Bukan hanya dari ketidakjelasan akan mata uang digital ini, tetapi pada hal yang juga merugikan bagi orang yang tidak memahaminya.

Kehadiran cryptocurrency sedang ramai digunakan oleh berbagai kalangan masyarakat Indonesia. Terlebih lagi, uang digital ini bukan hanya digunakan sebagai alat mata uang, tetapi sudah marak sebagai alat investasi. Padahal, pada dasarnya, mata uang kripto tidak bekerja sebagai mata uang konvensional pada umumnya. Uang kripto merupakan uang digital yang tidak dikontrol, bahkan tidak adanya otoritas sentral yang menilai dari sisi mata uang tersebut, sehingga pengelolaan uang tersebut menjadi kontroversi.

Dengan menerapkan hal itu pada bitcoin, menjadi jelas bahwa bitcoin di dalamnya tidak terpenuhi tiga perkara tersebut:

a. Bitcoin bukan sebagai standar untuk barang dan jasa sama sekali, akan tetapi dia hanya alat tukar untuk barang dan jasa tertentu saja.

b. Bitcoin tidak keluar dari otoritas yang jelas, akan tetapi dari otoritas yang majhul.

c. Bitcoin tidak tersebar luas di tengah masyarakat akan tetapi hanya khusus dengan orang yang mengedarkannya dan menyetujui nilainya, artinya dia bukan untuk seluruh masyarakat. Karena itu, mata uang bitcoin dari sisi syar’i bukanlah mata uang.

Berdasarkan hal itu maka bitcoin tidak lebih dari komoditas. Akan tetapi, komoditas ini tidak jelas pihak yang mengeluarkannya dan tidak ada penjaminnya. Kemudian, bitcoin itu menjadi ruang besar untuk gambling, kecurangan, spekulasi dan penipuan. Jadi, tidak boleh menjual dan membelinya.

Apalagi, pihak yang mengeluarkannya majhul. Ada kecurigaan bahwa yang mengeluarkannya ini tidak jauh dari negara-negara kapitalis besar, khususnya Amerika, atau kelompok yang terkait dengan negara besar yang memiliki tujuan jahat, atau korporasi internasional besar untuk perjudian, perdagangan narkoba, pencucian uang dan pengorganisasian kejahatan terorganisir. Jika tidak, mengapa pihak yang mengeluarkannya tetap saja majhul (tidak jelas)?

Ringkasnya, pihak yang mengeluarkannya majhul, tidak ada yang menjaminnya, dan berpotensi untuk aktivitas gambling dan penipuan, serta hegemoni negara-negara kapitalis imperialis, khususnya Amerika untuk dimanfaatkan guna merampok kekayaan masyarakat.

Oleh karena itu, maka tidak boleh memperjual-belikannya karena dalil-dalil syara’ yang melarang jual beli semua komoditas yang majhul (tidak jelas). Di antaranya:

Imam Muslim telah mengeluarkan di dalam Shahîhnya dari Abu Hurairah, ia berkata:

«نَهَى رَسُولُ اللهِ ﷺ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ، وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ»

“Rasulullah ﷺ melarang Bay’ al-Hashâh dan jual beli gharar.”

Imam at-Tirmidzi juga telah mengeluarkannya dari Abu Hurairah, “Bay’ al-Hashâh” itu seperti orang berkata, ‘Saya jual kepada Anda pakaian-pakaian ini yang terkena kerikil yang saya lemparkan, atau saya jual kepada Anda tanah ini mulai dari sini sampai berakhirnya kerikil ini.’ Jadi, jual beli tersebut majhul dan itu dilarang.

“Bay’ al-gharar” yakni majhul tidak jelas, seperti jual beli ikan di dalam air yang banyak, susu yang masih di dalam kambing, jual beli janin yang masih di dalam perut induknya dan semacamnya. Semua itu jual belinya batil sebab merupakan gharar (proses jual beli yang tidak memiliki kepastian sifat, bentuk atau harga yang jelas).

Dari situ jelaslah pengharaman jual beli gharar atau majhul (tidak jelas). Ini berlaku pada realitas bitcoin. Bitcoin merupakan uang yang majhul pihak yang mengeluarkannya, tidak ada otoritas resmi yang mengeluarkannya yang menjaminnya. Atas dasar itu maka tidak boleh memperjual-belikannya.

Karena itu, sebagai Muslim, sudah seharusnya menekankan hal ini demi keselamatan di dunia dan di akhirat. Karena, hal yang terlarang dalam syari’at adalah wujud kasih sayang Allah SWT kepada manusia. Semoga ini menjadikan Muslimin lebih berhati-hati dari jebakan kaum kuffar dengan sistem ekonomi kapitalis. Mereka merugikan Muslim yang sangat mereka benci. Wallahua’lam.


SUMBER : https://linimasanews.com/mengupas-tuntas-keharaman-kripto-oleh-yenni-sarinah/


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sejarah, Akar Masalah, dan Cara Islam Tuntaskan HIV/AIDS

*Sejarah, Akar Masalah, dan Cara Islam Tuntaskan HIV/AIDS* Oleh: Yenni Sarinah, S.Pd (Aktivis Pendidikan Kelahiran Selatpanjang, Riau) ...