OPINI - Mengingat kembali sejarah keruntuhan Daulah Khilafah Utsmaniy terakhir di Turki pada 03 Maret 1924 Masehi (28 Rajab 1342 Hijriyah) mengisyaratkan pada kita semua kaum muslimin dunia bahwa saat ini umat Islam belum menunaikan tajul furudl (mahkota kewajiban), yaitu penegakan khilafah yang akan menjadi junnah (perisai, pelindung dan penjaga) umat, serta pelaksana syariah juga sebagai mercusuar Islam ke penjuru dunia. Dan momen rajab tahun ini hendaknya menjadi pengingat akan kejatuhan khilafah dan kewajiban kita untuk menegakkannya kembali.
Di bulan Rajab yang mulia ini, seharusnya kita melipatgandakan amal saleh. Tidak hanya amal yang sifatnya personal, seperti salat, puasa, dan lainnya, melainkan juga dengan memperjuangkan tegaknya khilafah dengan cara mengangkat dan membaiat seorang khalifah, yang nantinya akan menerapkan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Sehingga dengan penerapan ini, niscaya Islam menjadi rahmat bagi seluruh alam akan terwujud. Semoga Allah SWT memuliakan umat ini dengan para penolong (anshar) yang akan mengembalikan jejak langkah kaum Anshar yang pertama.
Dalam surat at Taubah ayat 36, Allah SWT menetapkan empat bulan sebagai bulan mulia. Keempatnya dijelaskan dalam sabda Rasulullah SAW: "Sungguh waktu itu telah diputar sebagaimana keadaannya saat Allah SWT menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga berurutan yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram. Lalu Rajab bulan Mudharr yang terdapat di antara Jumadi dan Sya’ban". (HR. Muslim)
Pengamat Sosial Politik Iwan Januar menyatakan acara Ekspo Rajab 1443 H adalah momentum untuk mengingatkan umat Islam bahwa kondisinya sekarang ini sedang tidak dalam kondisi semestinya. (mediaumat.id, 25/2/2022).
Pasca runtuhnya khilafah, umat Islam kehilangan perisai pelindungnya. Mereka disekat-sekat dengan nation states dan dipaksa hidup dalam sistem sekuler ala Barat. Banyak penguasa negeri Islam berkhidmat pada kepentingan Barat dengan menzalimi rakyatnya sendiri. Di antara mereka bahkan tak sungkan menjalin hubungan mesra dengan zionis Israel yang jelas-jelas merampas tanah kaum muslim dan menyebabkan penderitaan berkepanjangan bagi umat Islam Palestina. (muslimahjakarta.com, 22/02/2022)
Momen Rajab ini membutuhkan perhatian besar umat Islam agar tidak sekedar menjadi ritual tahunan tapi menjadi agenda bersama yang diperjuangkan dengan amal terbaik sepanjang tahun, mengembalikan Khilafah Islam sebagai penjaga darah kaum muslimin.
SEJARAH PENTING DI BULAN RAJAB
Khusus bulan Rajab, terdapat beberapa peristiwa penting yang terjadi di dalamnya. Di antara sekian banyak peristiwa itu, ada dua poin penting yang sangat berpengaruh terhadap sejarah peradaban umat Islam dan dunia, yaitu:
PERTAMA : dipertemukan pertama kali Rasulullah SAW dengan kaum Anshar yang menjadi jalan bagi tegaknya Negara Islam pertama di Madinah dan juga awal penetapan kalender Hijriyah. Sejak hari pertama tiba di Madinah, Rasulullah SAW membangun masyarakat Islam di atas pondasi akidah yang kokoh, menerapkan syariat secara total, menyusun kekuatan untuk melindungi rakyat dan negara, serta mendakwahkan Islam ke luar Madinah. Sepeninggal beliau, kepemimpinan ini diteruskan para khalifah, dari Khulafaur Rasyidin, Umayyah, Abbasiyah, hingga Utsmaniyah. Dengan diterapkannya syariat, tak hanya kebutuhan rakyat yang terjamin, harta dan jiwa mereka pun terpelihara.
KEDUA : awal petaka bagi umat Islam akibat runtuhnya Khilafah Utsmaniyah pada 28 Rajab 1342 H atau 3 Maret 1924 M, dimana Mustafa Kemal laknatullah membubarkan khilafah dan menggantinya dengan Republik Turki. Kini sudah 101 tahun (hijriyah) umat Islam hidup tanpa khilafah dan khalifah. Padahal ketiadaan khilafah hanya boleh berlangsung selama tiga hari sepeninggal khalifah sebelumnya. Demikianlah para sahabat telah berijmak saat mereka berkumpul di Saqifah Bani Saidah untuk memilih khalifah pengganti Rasulullah SAW.
KETERPURUKAN UMAT ISLAM AKHIR ZAMAN
Berbagai masalah menerpa umat Islam, seolah tak kunjung usai. Dimulai dengan penistaan terhadap Islam dan ulama; makin maraknya fenomena kesyirikan dan ide sesat seperti Homosek dan LGBT, pelacuran, dan semisalnya; terpuruknya ekonomi; rendahnya mutu pendidikan; hingga sulitnya mengakses layanan kesehatan yang maksimal dengan biaya terjangkau. Semua ini terjadi bersamaan dengan gempuran stigmatisasi buruk terhadap umat Islam atas nama toleransi dan anti keberagaman.
Dukanya lagi, pandemi dua tahun berlalu ini tak menghalangi tindak korupsi yang kian marak seakan menjadi budaya yang menular asik. Sejumlah pejabat daerah hingga jajaran menteri harus berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Akibatnya, muncul wacana hukuman mati bagi koruptor. Mungkinkah lugas terlaksana?
Tingkat kejahatan lain juga marak dan menjadi trending di masa pandemi, seperti kejahatan terhadap kesusilaan (perkosaan dan pencabulan), pencurian dengan kekerasan, dan narkoba. Hingga Juni 2021 telah terjadi 2.592 kasus perkosaan terhadap perempuan. Bukan hal yang sedikit.
Fakta ini keseluruhannya menunjukkan bahwa ada yang salah dengan umat Islam. Iman pada Allah SWT seharusnya mampu mengikat seorang muslim dan seluruh perbuatannya pada apa yang telah diturunkan-Nya. Namun kenyataannya tidak demikian.
Hukum Islam dicampakkan, bahkan konstitusi dianggap lebih tinggi daripada ayat suci. Maka lahirlah berbagai masalah sebagai konsekuensi dari diterapkannya hukum perundang-undangan buatan manusia. Lalu bagaimana memperbaikinya
MENGEMBALIKAN KEGEMILANGAN ISLAM
Tiada jalan lain kecuali umat Islam harus kembali pada syariat dan meninggalkan kapitalisme beserta ide-ide turunannya seperi Demokrasi. Untuk itu, perlu adanya perubahan mendasar dan menyeluruh di tengah-tengah umat hingga pemikiran dan perasaannya tertunjuki oleh cahaya Islam. Inilah yang nantinya akan mendorong umat untuk menuntut penerapan syariat secara total. Dan satu-satunya institusi yang dapat mewujudkannya hanyalah khilafah.
Menegakkan khilafah hukumnya wajib. Allah SWT berfirman: "Dan Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". (TQS. Al Baqarah [2]: 30)
Imam al Qurthubi dalam tafsirnya menyatakan ayat tersebut merupakan dalil pokok pengangkatan khalifah, yang wajib didengar dan ditaati, agar dengannya suara kaum muslim satu dan hukum-hukum khalifah itu bisa dilaksanakan. (al-Jami’ li Ahkami al-Qur’an, cet. I, 2004 M/1425 H)
Rasulullah SAW pun telah memberikan teladan tentang metode menegakkan sebuah negara yang dibangun di atas akidah Islam dan menerapkan syariat secara total. Metode tersebut tidak lain adalah dakwah politis ideologis yang diemban sebuah kelompok dakwah. Dimulai dengan pembinaan dan pengkaderan, interaksi dengan masyarakat, dan pengambilalihan kekuasaan melalui dukungan ahlul quwwah.
Tahapan pembinaan dan pengkaderan dilakukan untuk mengokohkan akidah, memahami Islam ideologis, dan menempa mental. Maka lahirlah kader dakwah berkepribadian Islam. Mereka sangat memahami bahwa kondisi masyarakat tidaklah ideal bagi penerapan syariat sehingga harus diubah. Inilah yang menjadi bekal mereka saat dakwah beralih ke tahapan interaksi dengan masyarakat.
Pada tahapan ini, kader dakwah menyampaikan pemikiran Islam hingga menjadi opini umum di tengah-tengah umat. Ini dilakukan agar umat memahami Islam dan turut memperjuangkannya. Dukungan yang sama juga diharapkan datang dari tokoh dan ahlul quwwah, baik dari kalangan penguasa maupun militer, hingga mereka dengan penuh kesadaran akan memberikan nushrah (pertolongan) pada dakwah, sebagaimana dahulu kaum Anshar memberikan nushrahnya. Dengan nushrah ini, tercapailah tujuan politis dari dakwah, yaitu tegaknya khilafah.
Semoga dengan makin masifnya opini khilafah ini, Rajab ini adalah Rajab terakhir bagi muslim dunia tanpa kehadiran khilafah sang penjaga umat yang terpercaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar