SUAMI KU BEDA HARAKAH
Sumber: YouTube Ita Djamari
Penyalin kata: Hafizah Mujahidilla
Kisah ini di ambil dari buku kumpulan kisah nyata yang berjudul "MEMILIH BAHAGIA".
Perbedaan pemahaman dengan suami ternyata cukup menyiksa diskusi malam hari yang hanya berujung tangisan. Ngajipun saya di larang. Baiklah Suami aku tetap aku taati, tapi kalau uang haram sudah masuk kedalam rumah, haruskah aku berdiam diri?
Jodoh merupakan rahasia Allah, yang tak dapat di sangka apalagi di paksa. Sebagai wanita yang baru hijrah pada masa itu, saya merasa gelap soal jodoh. Ada beberapa CV Ikhwan yang mengajak ta'aruf tapi satu dan lain hal, mereka membatalkan nya. Lalu, seorang teman mengenalkan dengan Ikhwan yang serius menikah dalam waktu terdekat, teman saya mengenal Ikhwan tersebut dari internet.
Mengingat usia saya yang sudah tidak belia lagi, tanpa banyak pertimbangan akhirnya saya merima proses ta'aruf nya. Musyrifah sempat mengingatkankan, "SIAP MENIKAH DENGAN IKHWAN YANG BERSEBRANGAN DENGAN HARAKAH?". Saya hanya diam, toh kalau jodoh akan lanjut dan sebaliknya, gagal. Ternyata beliau memang jodoh saya.
Awal pernikahan kondisi ekonomi kami biasa biasa saja, dalam arti tercukupi. Suami mempunyai usaha rental komputer melayani jasa pengetikan, service, instal ulang dan sejenisnya. Namun, semakin bertambah hari bersama mulai lah muncul perselisihan. Kami mempunyai sudut pandang yang berbeda, bahkan tak jarang bertentangan. Untuk hadir ke acara pengajian saja, saya berusaha untuk tidak minta uang. Berangkat membawa telur asin untuk dijual guna bayar ongkos angkot. Bahkan pernah SMS dari musyrifah saya di balas dengan menyakitkan oleh suami.
Saya hanya diam beliau berkata "SIAPA YANG LEBIH KAMU TAATI, SUAMI MU ATAU TEMAN NGAJI MU?". Puncak nya, suami melarang saya aktif di pengajian. Semua buku buku dan kitab pengajian harus saya sterilkan dari rumah. Dengan berurai air mata, saya menghubungi musyrifah, satu kardus penuh buku buku itu di jemput oleh musyrifah saya. Ada kitab yang sedang saya kaji terpaksa diam diam saya sampul dengan kertas kado motif batik, saya selipkan diantara buku tafsir Al Azhar.
Sebula penuh saya tidak di izinkan bertemu dengan teman teman pengajian saya. Saya hanya ingat pesan musyrifah "TAATI SUAMI DAN DOAKAN". Malam malam sebelum tidur beraroma panas, diskusi runcing berujung tangisan. Hal yang paling membuat kami bertengkar hebat, suatu ketika suami mendapatkan orderan pengadaan komputer untuk sekolah, pihak sekolah meminta invoice dengan Mark up tagihan. Selisih nya untuk masuk kantong pribadi oknum. Jelas, Saya ngotot melarang suami akan seperti itu, tapi tetap saja keputusan berkahir pada suami.
Maka mengalir lah uang haram itu dirumah. Uang itu pun tidak tersisa habis tanpa tahu kemana arah nya. Di tengah kemelut rumah tangga, suami akhirnya keluar dari harakah nya. Beliau berbeda pendapat dengan ustadz nya yang memperbolehkan asuransi. Ada rasa lengah di dalam dada, kami diskusi berbagai tema termasuk hukum asuransi. Namun kelegaan itu tak berlangsung lama.
Suami pindah pada pengajian yang lebih ekstrim lagi perbedaan nya dengan pandangan saya. Saya di perbolehkan keluar rumah jika bercadar, dan keputusan ini saya terima dengan lapang hati toh tidak melanggar syari'at. Pergaulan suami juga berubah. Titik diskusi kami semakin melebar dengan ujung yang menyedihkan bagi saya. Disisi lain kondisi usaha suami komputer mulai meredup, sewa kontrakan naik dratis. Terpaksa kami mencari usaha yang lain.
Suami berdagang di lingkup pengajian nya, mulanya berjalan normal, lama alam suami merasakan pergaulan yang tidak sehat. Beliau mulai jengah dengan perbuatan teman temannya yang tidak sesuai antar pemikiran dan perbuatan sehari hari yang menyangkut mu'amalah. Dengan Mata kepala Sendiri beliau melihat bagaimana teman nya secara bertransaksi bathil. Di satu sisi mereka menjaga shalat dan bacaan Al-Qur'an namun disisi lain terutama mu'amalah, pincang.
Melihat kegundahan hati suami, saya berpikir cepat, kebetulan ada teman yang membuka usaha toko buku masih baru. Saya pun mengenalkan suami pada nya, akhirnya kami menyewa tempat usaha dengan sistem kongsi (bagi dua) dengan dia. Niat saya itu hanya satu, supaya suami saya berteman dengan suami nya teman saya. Upaya ini Alhamdulillah berhasil, suami mulai membuka diri diskusi. Jika sedang sepi beliau membaca buku buku tersebut.
Suatu malam pulang dari tempat usaha, saya sungguh terkejut. Suami berbincang panjang lebar mengupas isi buku sistem ekonomi Islam karya ustad Dwi Condro, hati saya berdebar keras. Ingin sekali saya memeluk dan mengucap kan terimakasih, tapi saya jaim. Keesokan hari nya beliau secara resmi mengutarakan ingin mengaji di harakah yang dulu nya di benci oleh nya, Alhamdulillah masyaallah.
Beliau tertarik mengkaji karena merasa inilah yang selama ini di cari nya. Islam adalah sistem hidup yang lengkap hal yang membuat saya tercekat ketika beliau berkata "AKU TAU SUDAH BERBUAT KERAS KEPADAMU, NAMUN KAMU TIDAK PERNAH MEMBANTAH KU DAN TETAP ISTIQOMAH MENEGANG PENDIRIAN MU". (selesai)
Note: Masyaallah banget kan kisah nya. Ini adalah kisah nyata yang tidak tau siapa orang nya. Dibalik cerita ini banyak sekali pelajaran yang bisa kita ambil. Salah satu nya carilah pasangan hidup yang satu harakah, satu misi dan visi, dan satu perjuangan agar memudahkan untuk saling berdakwah. Namun jika jodoh pasangan berbeda harakah maka tidak masalah juga, mungkin ini adalah tugas kita untuk berdakwah dilingkungan keluarga, dan menjadi ujian bagi kita,Untuk bersabar, ikhtiar dan terus berdoa agar ia juga berada di barisan dakwah ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar