Buletin Teman Surga 206.
Euforia Gila Bola
Setelah empat tahun menanti, akhirnya gelaran piala dunia 2022 di Qatar bergulir pertengahan November ini. Biasanya hajatan besar sepak bola ini dilaksanakan bulan Juni, tapi lantaran pertengahan tahun bertepatan dengan musim panas di Qatar yang suhunya bisa mencapai 50 derajat celcius akhirnya diundur menjelang akhir tahun. Meski begitu, euforia para gila bola tetep tak terbendung.
Bayangin aja, selama pandemi sekitar 2 tahun semua pagelaran sepakbola minim penonton demi mencegah penularan wabah covid. Kini, kehadiran penonton setelah pandemi mereda ibarat botol minuman bersoda yang dikocok terus dibuka tutupnya, auto membuncah.
Hasilnya, Piala Dunia 2023 yang digelar selama 29 hari ini diperkirakan akan dihadiri 1,5 juta turis mancanegara. Belon lagi yang nonton di rumah-rumah via layar kaca. Termasuk di negeri kita, meski harus beli set top box biar bisa nobar tetep dijabanin. Gaspol!
Sepakbola Tak Sekedar Permainan
Kalo kita ngulik sejarahnya, sepak bola pertama kali ada di Cina sekitar abad ke-3 dan 2 sebelum Masehi di masa Dinasti Han. Saat itu masyarakat China melakukan sepak bola dengan cara digiring dan dimasukkan ke dalam jaring kecil.
Bola yang digunakan pada masa ini terbuat dari kulit hewan. Masyarakat China dahulu menyebut olahraga yang dimainkan di atas bidang persegi ini dengan sebutan tsu chu. Tsu yang memiliki arti menerjang bola dengan kaki. Sementara itu, chu dapat diartikan sebagai sebuah bola yang memiliki lapisan kulit dan berisi.
Sepak bola kemudian berkembang dan menjadi olahraga populer ke seluruh dunia. Sehingga, resmi menjadi salah satu cabang olahraga pertama yang dipertandingkan dalam kompetisi olahraga terbesar di dunia, yaitu Olimpiade. Selanjutnya, piala dunia sebagai kompetisi sepak bola internasional pertama kali dilaksanakan pada tahun 1930 di Uruguay.
Antusias masyarakat terhadap sepakbola memancing berbagai kompetisi di berbagai tempat. Dari tingkat desa, hingga piala dunia. Tak ayal, pertandingan antar klub, daerah atau negara telah melahirkan fanatisme antar suporter. Fenomena kaya gini sering dianggap wajar sebagai ekspresi dari sebuah cinta atas dasar rasa se-tanah air, sebangsa, senegara, atau sebuah komunitas semu (fans club). Padahal, sikap ashobiyah ini gampang memancing kerusuhan yang dilakukan suporter.
Yang terbesar, sekaligus yang terburuk di Eropa mungkin adalah Tragedi Heysel, pada laga antara Liverpool kontra Juventus di Final Liga Champions, 29 Mei 1985. Para Liverpudlian yang tak terima tim kesayangannya kalah 0-1 dari Juve, melancarkan serangan ke pendukung ‘Bianconeri’ dan mengakibatkan 39 orang tewas serta 600 orang luka.
Sementara di Mesir, tercatat 74 orang meregang nyawa dan sekitar seribu orang mengalami luka-luka akibat kericuhan antarsuporter usai pertandingan antara klub Al Masry dengan Al Ahly, di Kota Port Said, Rabu 1 Februari 2012.
Selain memancing kerusuhan, ashobiyah juga melahirkan sikap rasisme atau merendahkan orang lain karena perbedaan ras atau warna kulit. Nuansa rasisme ini kental sekali di English Premier League. Sebuah survei yang dilakukan ICM Research dan hasilnya dipublikasikan BBC pada Mei 2004 memperlihatkan 51% dari responden menyatakan kalau Inggris adalah negara yang rasis.
Selain tawuran, pasar taruhan selama ajang piala dunia juga cukup menggiurkan. Nilai taruhan pada Piala Dunia 2022 kini tembus US$35 miliar atau setara dengan Rp550 triliun. Menurut analis Barclays, jumlah ini meningkat 65 persen dari pertandingan Piala Dunia yang diadakan di Rusia pada 2018 silam.
Terakhir yang sering luput dari perhatian remaja. Aksi nobar alias nonton bareng ajang piala dunia yagn sering digelar di cafe atau rumah makan. Laki perempuan campur baur kaya jemuran. Nggak sedikit yang memanfaatkan untuk mojok berduaan. Nggak ketinggalan, godaan setan pun berkeliaran menggoda setiap pasangan untuk bermaksiat. Dari sekedar nonton, ikut taruhan, sampe mabuk-mabukan. Parah!
Hati-Hati, Permainan yang Melalaikan
Dalam Islam, olahraga maupun permainan hukumnya mubah. Akan tetapi, Islam juga ngingetin jangan sampai aktivitas mubah ini berubah menjadi kegiatan lahwun munadhamun (kesia-siaan yang terorganisasi).
Kata lahwun berasal dari kata laha yang berarti perbuatan yang dapat memalingkan seseorang dari kewajibannya, perbuatan yang menyibukkan seseorang dan dapat membuatnya berpaling dari kebenaran.
Imam Asy-Syathibi menyatakan, “Hiburan, permainan, dan bersantai adalah mubah atau boleh, asal tidak terdapat suatu hal yang terlarang.”
Selanjutnya beliau menambahkan, “Namun demikian, hal tersebut tercela dan tidak disukai oleh para ulama. Bahkan, mereka tidak menyukai seorang lelaki yang dipandang tidak berusaha untuk memperbaiki kehidupannya di dunia dan tempat kembalinya di akhirat kelak karena ia telah menghabiskan waktunya dengan berbagai macam kegiatan yang tidak mendatangkan suatu hasil duniawi dan ukhrawi.”
Setiap aktivitas olahraga maupun permainan yang menyebabkan manusia lalai dari tugas utamanya sebagai abdullah yang harus beribadah kepada Allah Swt. dan lalai untuk menyibukkan diri dari kewajiban menuntut ilmu dan berdakwah amar makruf nahi mungkar. Maka, sejatinya telah terjerumus pada hal yang sangat berdosa. Hati-hati!
Apalagi permainan yang terorganisir itu bikin umat Islam terjerumus dalam kemaksiatan. Terbiasa mengumbar aurat, baik pemain maupun penonton; menunda atau malah meninggalkan salat; saling menghina, mengejek dan memancing perselisihan antara pemain maupun suporter.
Inilah gambaran jelas lahwun munadhamun, kesia-siaan yang terorganisasi dan berdampak buruk bagi kehidupan seorang muslim di dunia terlebih di akhirat kelak. Allah Swt. telah mengingatkan di dalam firmannya;
“Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah permainan dan senda gurau.…” (QS. Al-An’am: 32)
Jadi, kalo kamu suka nonton sepak bola, nikmati saja permainannya. Bukan sikap ashobiyahnya. Kalo kamu ngefans ama satu tim, bagusnya simpan dalam hati saja. Nggak perlu ditunjukkan dalam ekspresi berlebihan. Apalagi sampai sewot gak karuan karena tim kesayangan menelan kekalahan. Woles aja cuy!
Yang perlu kita sadari, ajang kompetisi sepakbola seperti piala dunia selain menyuburkan ashobiyah juga bisa banyak menyita waktu dan perhatian umat. Akibatnya, umat nggak peduli lagi dengan masalah yang menimpanya selain urusan sepakbola.
Padahal, Rasulullah saw mengingatkan kita agar ketika bangun di pagi hari auto mikir kondisi umat Islam bukan skor pertandingan. “Barangsiapa yang bangun pagi tetapi dia tidak memikirkan kepentingan umat Islam maka dia bukan bagian dari mereka (umat Nabi Muhammad saw ).” (HR. Muslim)
Umat nggak ngeh kalo lagi dijajah secara budaya dan pemikiran melalui gegap gempita ajang kompetisi olahraga yang diadakan secara periodik. Makanya tugas kita untuk menyadarkan umat akan bahaya ajang olahraga yang melenakan dan bersama-sama untuk aktif ikut ngaji dan terjun dalam aktifitas dakwah. Dijamin tak akan melalaikan tapi justru memuliakan. Yuk![]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar