By Abdul Rahman
Pagi itu, matahari cerah menyala, sinarnya penuh sahaja. Mestinya para buruh sudah berada di job masin-masing, akan tetapi mereka dikumpulkan di Aula. Absen hadir pun dibawa ke pintu masuk. Ruangan itu sudah dipadati parah buruh, yang sebahagian besar dari mereka masih menenteng tas kerja.
Tenaga buruh yang sedang mendengarkan penjelasan dari pimpinan perusahan Damai Mula saling pandang menjelang pidato pimpinan perusahaan tersebut.
"Mengapa kita dikumpulkan sepagi ini? Apa yang akan disampaikan?" Udin berbisik dengan Rori.
"Entahlah, Aku juga heran, tiba-tiba kita dikumpulkan sepagi ini, kita dengarkan saja, apa yang akan disampaikan oleh pemimpin muda ini," jawab lelaki berambut ikal itu.
Perusahaan Damai Mula baru saja pergantian pimpinan. Pimpinan pertama sekaligus pendiri perusahaan itu sudah meninggal dunia beberapa bulan lalu. Ayah dengan Empat anak yang terkenal dengan kharismatik, ramah dan peduli itu meninggalkan dunia ini bersama penyakit yang menggerogotinya setahun belakangan ini.
Pak Suryo yang dikenal dekat dengan seluruh karyawan pergi untuk selamanya tanpa memberikan pesan khusus kepada karyawan yang sangat mencintainya.
"Sst, diam Pak Jufri masuk," Mirna mengingatkan Ria yang masih mengajak dia bercerita.
Pak Jupri, lelaki muda itu masuk ruangan dengan gaya yang sangat berbeda dengan Almarhum Pak Suryo. Pak Suryo dulu kalau berjalan tenang, sambil menyapa semua karyawan yang hadir dalam pertemuan. Akan tetap Pak Jefri berjalan dengan kencang lurus ke depan, seolah sedang merapatkan semua gigi atas dan bawah. Tanpa menyapa karyawan, dia langsung menuju kursi tempat duduknya di depan seluruh karyawan.
Dengan arahan bagian humas perusahaan, Pak Jufri, lelaki putih tinggi dan berperawakan tinggi besar itu berdiri dan memberikan kata sambutan,
"Saudara sekalian, ada poin penting yang ingin saya sampaikan pagi ini, sehingga saya harus mengumpulkan kalian semua. Saat ini perusahan mengalami sedikit pengurangan penghasilan, ini bukan terjadi di perusahaan ini saja. Tetapi terjadi di banyak perusahaan lain, akibat kondisi Covid-19 yang terjadi akhir-akhir ini.
Mau tidak mau kita harus berpikiran realistis. Dengan penurunan pemasukan kita, akibat berkurangnya permintaan pasar, kami harus melakukan tindakan PHK. Untuk gambaran awal yang akan terkena imbas dari kebijakan ini adalah usia di atas 50 tahun. Kami akan memberikan hak bagi yang terkena dampak ini," begitu informasi yang disampaikan Pak Jufri dalam menyudahi arahannya.
"Pak, maaf, saya Faiz, karyawan yang sudah lama mengabdi di sini, ingin menanyakan sesuatu hal kepada Bapak,!" terdengar suara lantang dari pojok kiri bahagian belakang.
"Silakan," tegas Pak Jufri.
"Tadi Bapak menyampaikan akan ada pengurangan karyawan akibat krisis ekonomi yang melanda di tengah pandemi ini, tetapi mengapa tiga bulan lalu perusahaan ini menerima karyawan secara besar-besaran, bukankah kondisi pandemi sudah berlangsung lebih satu tahun. Bukankah selama ini sudah ada gejala permintaan pasar yang menurun sejak hampir setahun ini," ucap Faiz berapi-api.
"Kamu telah menanyakan kebijakan perusahaan yang tak pantas kamu tanyakan, tak mungkin kami menjelaskan ini semua di ruangan ini," jawab Jefri ketus.
"Maaf, Bapak yang terhormat! tetapi karyawan yang diangkat beberapa bulan lalu itu, semuanya keluarga Bapak, sementara yang akan di PHK ini adalah para pejuang awal, yang sudah berjuang bersama almarhum puluhan tahun.
Faiz maju ke depan beberapa langkah,
“Kami juga heran, mengapa perusahaan ini bisa jatuh ke tangan Bapak, sementara almarhum yang pendiri perusahaan ini mempunyai anak yang kami rasa bisa memimpin perusahaan ini dengan baik. Yang kami tahu adalah Bapak bergabung dengan perusahaan ini baru di pertengahan dalam membantu almarhum," Faiz terus saja menggebu mempertanyakan hingga kebijakan kecil sekali pun seolah menelanjangi aib Pak Jufri.
"Cukup, kalau kamu bicara lagi saya akan pecat kamu," Jufri mulai kehilangan kendali.
"Kita ini negara hukum Pak, kalau Bapak memecat saya seenaknya, saya akan laporkan Bapak ke pihak hukum yang menangani ketenagakerjaan. Sekalian nanti kami akan ungkap usaha Bapak dalam mengambil alih perusahaan dari keluarga almarhum," Faiz terus melawan, seolah tak takut dengan semua resiko dari ucapannya itu.
Ucapan Faiz mendapatkan tepuk tangan yang meriah dari karyawan, mereka mengucapkan takbir.
Karyawan yang tadinya ketakutan, kini seolah mendapat energi baru untuk memperjuangkan haknya.
"Teman-teman, mulai hari ini kita akan bersatu mempertahankan hak kita, insyaallah almarhum akan bangga dengan usaha kita," lanjut Faiz.
Mereka keluar ruangan sebelum acara ditutup, mereka lanjut untuk berkumpul di lapangan seolah menunggu komando.
Faiz mengajak utusan karyawan untuk pergi ke rumah istri almarhum untuk meminta penjelasan.
“Salam, Bu. Kami datang untuk meminta penjelasan Ibu tentang apa yang terjadi di perusahaan yang Almarhum dirikan.
"Ibu sudah tua, sejak kematian Bapak, Ibu sudah kehilangan kekuatan untuk berjuang, Ibu juga tidak tahu apa yang dibicarakan almarhum dengan Pak Jefri. Pak Jefri merasa mendapat mandat dari almarhum untuk memimpin perusahaan ini. Dialah selama ini yang sudah membantu untuk membesarkan perusahaan ini." ucap istri almarhum kepada rombongan yang datang.
"Baik, Bu terima kasih atas penjelasan Ibu. Kami sangat mengenal almarhum yang sangat menghargai generasi awal yang telah membantu perusahaan ini berkembang. Saat ini orang yang selalu memberikan support dan semangat juang kami telah pergi untuk selamanya, kami akan mencoba untuk menanyakan ke badan hukum apakah penggantian pimpinan ini sudah layak di mata hukum atau cacat hukum. Kami berharap putra tertua Ibu yang mewarisi karakter almarhum, dialah yang berhak jadi pemimpin perusahaan ini," tambah Faiz dan temannya.”
Sementara itu, Pak Jufri pun berusaha untuk mencari cara untuk menyingkirkan Faiz yang dianggap sangat berbahaya untuk perkembangan perusahaan. Dengan mencari undang-undang tentang adanya usaha menghasut dan memfitnah di sebuah perusahaan, Jufri melaporkan Faiz kepada pihak kepolisian.
Faiz pun tak kala cepat, Faiz juga mengajukan laporan ke pihak kepolisian bahwa diduga ada kecurangan yang dilakukan oleh Pak Jefri kepada pihak keluarga pewaris perusahaan. Laporan yang dimasukkan Pak Jufri diterima oleh pihak kepolisian. Akan tetapi laporan Faiz dan lebih awal diterima dan laporannya disertai tanda tangan dan pernyataan mayoritas karyawan yan sudah lama mengabdi. Laporan ini mendapat perhatian khusus dari kepolisian untuk mengusut kasus dan melakukan penyelidikan lebih lanjut.
Pihak kepolisian menyatakan perusahaan Damai Mula adalah dalam sengketa dan disegel. Seluruh karyawan dan pihak perusahaan silakan menunggu panggilan sidang pengadilan.
Tepat pada hari yang ditentukan, pihak karyawan sebagai penggugat dan pimpinan perusahaan sebagai yang digugat hadir di ruang yang sama.
Pemimpin sidang mempersilakan penggugat dan tergugat untuk duduk, dan menyampaikan aturan sidang, pengunjung sidang harus menjaga ketertiban selama berada di ruangan sidang
Hakim meminta keterangan dari penggugat.
Faiz menjelaskan tentang sejarah berdirinya perusahaan, dan menjelaskan bahwa karyawan lama yang mau di PHK adalah pejuang yang ikut membesarkan perusahaan bersama almarhum. Faiz pun mengemukakan,
"Maaf Pak Hakim, bahwa dulu kami merasa nyaman dengan pemimpin yang lama, sekarang kami merasa pemimpin baru telah mengambil alih perusahaan dari keluarga dan bertindak sewenang-wenang terhadap karyawan," jelas Faiz.
Hakim pun menanyakan tergugat dan meminta surat bukti penyerahan perusahaan kepada tergugat.
"Maaf Pak hakim, almarhum menyuruh saya untuk memimpin perusahaan dengan lisan," ungkapnya.
"Apakah perkataan almarhum disaksikan oleh ahli waris?" tanya Pak hakim.
Pak hakim meminta istri almarhum dan putra tertua almarhum dihadirkan.
"Apakah ibu mengetahui pengalihan perusahaan dari almarhum ke saudara Jefri?" tanya hakim.
"Tidak Pak," ucap istri almarhum.
Begitu juga ketika ditanyakan kepada putra sulung almarhum, tidak mengetahui masalah itu.
Dengan mendengarkan keterangan penggugat, tergugugat dan keterangan saksi-saksi, Hakim pun memutuskan,
"Karena tergugat tidak bisa menunjukkan bukti, akta penyerahan perusahaan, maka perusahaan dikembalikan ke ahli waris dan Jefri harus mempertanggungjawabkan kelicikannya di depan hukum.
Akhirnya perusahaan Damai Mula dipimpin putra sulung almarhum, dan karyawan pun tidak jadi di pecat.
Seluruh keluarga yang dimasukkan sebagai karyawan baru mengundurkan diri karena malu. Perusahaan Damai Mula berkembang pesat atas semangat dan kerja sama karyawan dengan pimpinan perusahaan.
Catatan:
Buku cerpen sosial yang sudah dibaca adalah:
1. Jalan Sunyi Kota Mati, Radhar Panca Dahana, Kompas, 23 Maret 2014
2. Bidadari Serayu, Songging Raga, Kompas, 6 April 2014
3. Arsip Aku di Kedalaman Keris, Afrizaal Malno, Kompas, 9 Maret 2014
4. Matinya Seorang Demonstran,Agus Nora,Kompas, 26 Januari 2014
5. Makam di atas Nisan, Herman RN, Kompas 5 Januari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar