Oleh Abdul Rahman
Tadi malam hujan lebat, banyak pohon yang tumbang dan ada pula yang menghantam kabel listrik. Suara petir yang menggelegar memaksa petugas PLN untuk melakukan memadaman sementara. Hujan yang mengguyur perumahan Graha enggan berhenti, terus mengguyur bumi pertiwi membuat para penghuni rumah semakin tidur nyenyak. Hujan baru mulai reda menjelang subuh. Bahkan ada warga yang terbangun setelah menyadari rumah mereka sudah terendam banjir.
Pagi harinya, Pak RT memberikan pengumuman melalui corong mikropon masjid agar warga perumahan Graha untuk melakukan gotong royong membersihkan selokan di depan rumah masing-masing menuju jalan poros. Banyak parit yang tersumbat yang mengakibatkan air mengenangi jalan perumahan. Ini adalah pemandangan yang mengasyikkan bagi anak perumahan graha. Mereka membayangkan bermain di pantai. Apalagi sebagian rumah sudah terendam, mereka merasa bahwa berumah di tepi pantai.
Rino yang masih duduk di bangku SD ikut membantu ayahnya bergotong royong. Disaat sebagian rumah sudah terendam, untung rumah Rino agak tinggi sehingga masih aman.
"Ayah, mengapa daerah kita sering kebanjiran di saat hujan lebat?" tanya Rino yang masih berusia delapan tahun itu.
Ayah Rino yang sedang bersemangat mengait mengangkat sampah yang menyumbat parit itu berkata," Rino, tadi malam hujan lebat, tetapi bukan hanya karena hujan lebat kita kebanjiran. Lihatlah selokan ini, mengapa banyak sampah? Ini karena kurangnya kesadaran warga untuk membuang sampah secara benar," ulas ayahnya.
"Oh begitu, jadi banjir bisa terjadi diakibatkan karena warga masyarakat membuang sampah secara sembarangan, ayah? Tapi bukankah kita sudah memuan sampah ke tong sampah, kok sampahnya ada di parit rumah kita?” Rino mencoba memahami ucapan ayahnya.
"Anak pintar, betul itu. Sampah itu dihanyutkan air dari depan, kalau sedikit akan terus ke hilir, tapi jika sudah menumpuk, ya beginilah jadinya. Makanya kesadaran itu untuk semua warga, bukan hanya individu tertentu. Ayo bantu ayah!" ayahnya mencoba menanamkan karakter hidup bersih dan bertanggung jawab kepada anak tengahnya itu.
"Pak Ali, gotong royongnya cepat sekali mulainya, yang lain belum ada yang kelihatan, Bapak sudah sarapan? Ini goreng tahunya masih hangat," sapa seorang yang sedang lewat menjajakan gorengannya.
"Sebenarnya sudah, Pak, tapi bolehlah bungkuskan 20 biji." Ucap Pak Ali sambil terus membersihkan parit yang tersumbat oleh sampah.
"Lebih cepat diangkat lebih baik. Supaya air cepat surut." Sambungnya.
"Iya betul Pak. Insyaallah harapannya begitu," ucap Pak Masri sambil membungkuskan gorengan.
"Alhamdulillah, terima kasih Pak Ali. Ini rezeki pembuka dagangan saya, ini bonus dua," penjual gorengan penuh semangat memberikan bungkusan gorengan tersebut.
"Rino, ambil uang 20.000 rupiah mintakan pada ibumu!" pinta ayahnya.
Rino pun membersihkan kakinya terlebih dahulu sebelum masuk rumah. Rino ingat, ibunya sering menasehatinya bahwa masuk rumah harus cuci kaki dan keringkan kakinya dulu.
Lalu Rino meminta uang 20.000 rupiah kepada ibunya untuk membayar gorengan.
"Rino beli gorengan? Bukankah sudah sarapan?"
"Ya, Bu. Bapak itu menawarkan, ayah tak ingin mengecewakan, karena ayahlah yang menjadi pembeli pertama."
Ayahnya selalu mengajarkan agar saling menolong, membeli barang dagangan orang lain adalah juga salah satu bentuk pertolongan. Tak lama kemudian barulah yang lain mulai berdatangan satu persatu.
Pak RT menunjukkan keheranannya, mengapa banyak sampah di parit, padahal Pak RT sudah menginstruksikan agar menyiapkan tong sampah di setiap rumah dan membayar iuran sampah setiap bulan.
Memang menumbuhkan kesadaran masyarakat, tidaklah semudah membalik telapak tangan. Banyak warga masyarakat yang tak mau membayar iuran sampah, alasan mereka, sampah yang ada akan dibakar. Tapi nyatanya sampah menumpuk dalam parit dan membuat saluran air menjadi tidak lancar.
Setelah membersihkan selokan, mereka istirahat sejenak sebelum membersihkan tubuh. Ibunya menjelaskan tak boleh langsun mandi kalau badan masih berkeringat. Harus istirahat dulu untuk mendinginkan badan.
Rino pun melanjutkan hobinya untuk memberi makan ikan. Ada 15 botol ikan hias yang sudah mulai besar.
"Rino! Rapikan sekalian tempatnya, tukar airnya supaya ikannya lebih cerah." Pinta ibunya.
"Baik Bu" jawab Rino dengan sopan.
Dalam hati ibu Rino bersyukur melihat anak lelakinya yang rajin membantu ayah-ibunya sementara temannya sudah pergi bermain jauh pakai sepeda.
Rino juga punya sepeda, tetapi orang tuanya mengarahkan untuk membagi waktu bermain.
Setelah bersih-bersih, Rino mandi dulu, walau nantinya akan kotor lagi karena pukul 10.00 WIB Rino akan main sepeda sebentar dengan temannya.
"Rino, Rino! Main yuk," ajak Farel.
"Tunggu sebentar ya, Rino lagi mandi, kamu sudah mandi Farel?" tanya ibu Rino.
"He he belum Nte, nanti aja," jawab Farel malu-malu.
"Kok ngak mandi, segar loh habis mandi tu. Besok biasakan mandi pagi ya biar segar," pesan ibu Rino.
"Eh Farel sudah datang, aku pakai baju dulu ya," sapa Rino yang baru keluar dari kamar mandi.
"Baik, aku tunggu. Reza dan Dino menunggu di rumah Arif," terang Farel.
"Ayah, Ibu, Rino main sepeda dulu ya, insya Allah sebelum siang sudah pulang, ngak jauh kok hanya keliling perumahan saja," Rino pamit dengan orang tuanya.
Sebagai anak saleh setiap keluar rumah harus minta izin, itulah yang dilakukan oleh Rino.
Catatan:
Buku cerpen lingkungan yang sudah dibaca adalah:
Harimau Belang, Guntur Alam, Kompas 12 Januari 2014
Semilyar Ikan Memakan Anjing-Anjing, Absurditas Malka, Kompas, 19 Januari 2014
Gadis Kupu-Kupu, Candra Malik, Kompas, 2 Februari 2014
Kuda Bersayap di Taman Tulip, S.Prasetyo Utomo, Tempo
Selembar Daun, A. Muttaqin, 4 Agustus 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar