Cerpen Malin Batuah
PERNAH tidak kalian mempunyai barang-barang yang kalian miliki bertahun-tahun? Yang dicari dengan niat, dibayar dengan menabung berbulan-bulan, dirawat supaya awet dan umurnya bisa panjang. Bayangkan apabila tiba-tiba kalian harus kehilangan itu semua karena sebuah permainan. Sebab main saham.
***
Saya hidup bertetangga dengan berbagai jenis latar belakang kehidupan sosial. Rata-rata hidup dengan pendapatan sesuai UMR bahkan banyak yang dibawah itu. Taraf menengah ke bawah karena profesinya sebagai kuli, dan orang di pasar, kecuali ada satu komplek perumahan di ujung jalan Umbansari, Rumbai yang mana mereka semua kaya raya.
Ayah saya yang sebagai kuli bangunan memotivasi saya untuk menjadi kaya namun ingat untuk merasa cukup, dan berhati-hatilah. Kadangkala, kaya itu seperti minum air laut, semakin diminum, semakin haus.
***
Tamat kuliah jurusan Komputer, saya pun hendak mendaftar menjadi abdi negara, namun takdir berkata lain. Allah memilihkan saya untuk bekerja di perusahaan teknologi rintisan yang berlogo hijau dan mengabdi disana lebih kurang sepuluh tahun. Hingga akhirnya saya berkesempatan bertemu dengan para pensiunan dari Bapak-Bapak komplek perumahan yang kaya raya itu. Kesempatan itu, saya manfaatkan untuk menimba ilmu apa rahasianya agar bisa tajir melintir seperti mereka.
“Sudah ya Pak Komputernya sudah oke ini”
“Terima kasih dik Surya”
“Sama-sama Bapak. Izin bertanya, kalua boleh”
“Silahkan dik, mau bertanya apa?”
“Apa resepnya jadi kaya raya pak?”
“Kami investasi saham dik”
Lalu Bapak-bapak tersebut merekomendasikan group telegram yang isinya adalah tawaran investasi yang bisa berkali-kali lipat pengembalian bahkan mengalahkan deposito. Benar-benar sangat bagus dan saya yang sangat bercita-cita untuk menjadi tajir melintir pun mengikuti arahan dan petunjuk dari Bapak-Bapak tersebut.
***
Rekomendasi yang diberikan dalam group telegram tersebut ternyata benar dan terbukti 100%. Hampir tidak ada risiko. Saya pun menambah lagi modal untuk main saham. Dalam waktu kurang dari 2 tahun, Alhamdulillah saya pun dapat membeli Villa di Rumbai, mobil lamborgini, jam tangan rolex. Kemudian saya, jalan-jalan dengan ayah saya keliling dunia. Selanjutnya Bapak-Bapak yang membimbing saya dalam main saham pun merekomendasikan untuk menggadaikan harta saya bahkan berhutang untuk mendapatkan asset yang lebih banyak lagi. Saya pun mengikutinya karena percaya akan group rekomendasi tersebut. Saat saya akan menandatangani surat hutang piutang, ayah saya melarang dan mencegahnya.
“Surya!, Pikir lagi”
“Sudah ayah, kita akan semakin kaya”
“Ayah memang tidak berpendidikan seperti dikau, tapi ini semua terasa aneh”
“Tidak ayah, ini semua sempurna”.
***
Keadaan perekonomian dunia baik-baik saja, Indonesia pun tidak ada kerusuhan. Namun saham ku nilainya semakin turun terus, merosot tajam hingga aku pun tak sanggup membayar hutang piutang dan semua asset ku yang berharga semuanya disita dan aku pun jatuh. Terpuruk.
***
Bekerja di perusahaan rintisan berlogo hijau memang membuat saya sangat senang. Banyak orang-orang menginginkan untuk dapat bekerja di tempat saya ini. Bertempat tinggal di daerah cluster mewah, punya mobil mewah, dapat jalan-jalan ke lima benua. Makan makanan berbintang Michelin, namun itu dulu. Sekarang semua itu harus saya tinggalkan karena tidak mengenal kata cukup untuk mengejar ambisi memiliki seluruh yang ada di dunia ini.
Villa Rumbai yang dekat perusahaan minyak, mobil lamborgini dan barang-barang mewah lainnya saya lihat untuk terakhir kalinya dan saya pun berangkat menuju Pelabuhan Sei Duku untuk pergi meninggalkan asset berharga yang saya kumpulkan berbulan-bulan harus diambil oleh kreditur. Sedih tentu saja.
***
“David, kamu jangan seperti ayahmu, Surya ya”, kata ayah saya kepada cucunya.
Referensi :
Cerpen Pasar Malam karya Buya Hamka
Cerpen Rubuhnya Surau Kami karya A.A Navis
Cerpen Parang Patah karya Benny Arnas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar