Di kanal YouTube Bincang Perubahan berjudul: " Perampasan Tanah: Haram!" pada Jum'at, 22 September 2023, Ulama Ahlussunnah Wal Jama'ah (Aswaja), Kiai Rohmat S. Labib menjelaskan sebenarnya apa yang terjadi di Rempang itu adalah perampasan tanah oleh negara yang diberikan atau untuk diberikan kepada oligarki bahkan kepada asing.
"Apa yang terjadi di Rempang itu adalah perampasan tanah oleh negara yang diberikan atau untuk diberikan kepada oligarki bahkan kepada asing," tutur Kiai Labib.
Menurut Kiai Labib, yang terjadi sekarang betul-betul perampasan tanah karena tanah itu secara sah telah lama dimiliki oleh penduduk rempang di sana.
"Terbukti kita semua tahu bahwa mereka sudah mendiami secara turun-temurun di tanah tersebut itu sejak ratusan tahun yang lalu dan bahkan sebelum Indonesia merdeka dan mereka saat itu sudah berada di bawah kekuasaan kerajaan di Riau sehingga pada saat itu mereka punya kerajaan begitu Indonesia merdeka dan Sultan Kasim menyerahkan kekuasaan kepada Indonesia maka mereka ikut secara wilayah ikut Indonesia," sambungnya.
Lantas ia menekankan, bahwa tanah yang dimiliki warga Rempang secara turun temurun kemudian beralih kepada pemerintah pada faktanya negara pada poin ini sebenarnya tidak lagi memiliki hak untuk merampas paksa tanah tersebut. Karen tanah yang sudah jelas menjadi milik warga Rempang - baik itu hasil membeli atau mendapatkan warisan - adalah milik rakyat Rempang dan dalam hal ini negara sama sekali tidak boleh mengambil apa yang sudah menjadi milik rakyatnya.
Dalam Islam sudah jelas sekali, ungkapnya, disebutkan bahwa mengambil tanah yang secara zalim itu merupakan sebuah kezaliman dan sebuah dosa besar.
Kiai Labib mengutip, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: "Mani' tatha'a sibron minal ardhi dulman tawakahullahu yaumal qiyamati min saba'ina ardin." Artinya: "Siapa yang mengambil sejengkal dari tanah (cuma sejengkal saja) secara zalim, maka Allah akan timpakan kepada dia itu tujuh lapis bumi kepadanya." Ucap Kiai Labib.
"Begitu dahsyatnya siksa yang Allah berikan kepada orang yang mengambil tanah orang lain secara sepihak secara zalim dan nabi memberikan perumpamaan itu sejengkal itu artinya mafhum mukhalafah, muwafaqahnya kalau sejengkal saja itu siksanya seperti itu apalagi sekilometer, apalagi satu hektar, apalagi satu pulau itu tentu dahsyat sekali," ungkapnya sambil mencontohkan.
Menurut Kiai Labib, kalimat Jokowi yang mengatakan: "masak urusan rempang saja harus Presiden turun tangan." Hal ini menunjukkan bahwa Presiden sudah memasrahkan kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri). Kalau Kapolri itu berkata phithing masing-masing satu orang maka artinya kezaliman yang nyata, tidak ada lagi kapolri bernegosiasi atas nama hukum terhadap warga Rempang yang mempertahankan hak konstitusinya.
"Artinya Jokowi sudah tidak mau lagi untuk melakukan negosiasi dan sudah tutup pintu tidak mau melakukan itu. Sudah urusan polisi menyelesaikan dan dia juga ancam pada forum yang lain menyebutkan bahwa kalau tidak bisa menyelesaikan saya copot," simpulnya.
Menurut Kiai Labib, bahasa yang disampaikan pemerintah sudah merupakan bahasa kekerasan bukan lagi bahasa yang bisa dinegosiasikan dan segala macamnya.
"Kemudian kalau Ini masalahnya cuman komunikasi artinya dia tidak memahami hakikat persoalan," cetusnya.
"Dikomunikasikan bahwa mereka akan dapat tanah 500 meter dan rumah tipe 45 lah sudah jelas kok, penduduk Rempang itu tidak mau pindah dari tempatnya," ujarnya.
Menurut Kiai Labib, sebenarnya kejadian ini merupakan satu tindakan yang sangat kejam sekali.
"Cukup heran tidak tampak maksudnya perlawanan dari pejabat atau wakil-wakil rakyat yang ada di sana di Batam atau di Kepulauan Riau (Kepri) yang menunjukkan bahwa mereka adalah mewakili warga yang sekarang terjadi itu betul-betul warga menghadapi polisi sementara katakanlah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mereka dipilih oleh rakyat mewakili mereka yang seharus menyalurkan aspirasi maka tidak kelihatan gagah perkasa untuk membela rakyatnya," ujarnya.
Kiai Labib menilai tidak menutup kemungkinan kalau sudah mereka berhasil membeli pulau ini, lau pulau ini dikosongkan, tidak menutup kemungkinan pulau-pulau lain akan mendapatkan perlakuan yang sama tanpa ada perlawanan.
"Sebenarnya yang disebut sebagai tanah air harga mati segala macam itu sudah enggak ada karena tanah itu sudah dijual kepada penguasa-penguasa oleh kepada oligarki cina-cina," pungkasnya.
Sumber : https://youtu.be/Y7WRGv1QfOc?feature=shared
Laporan dari : Yenni Sarinah, S.Pd (Kontributor Pekanbaru, Riau)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar