Minggu, 13 Maret 2022

Hukum-Hukum Islam Mengenai Pakaian, Makanan, dan Minuman


Hukum-Hukum Islam Mengenai Pakaian, Makanan, dan Minuman  
14 Maret 2022

Penulis: Ustaz Hafidz Abdurrahman

Muslimah News, FIKRUL ISLAM – Hukum-hukum Islam mengenai pakaian ini adalah hukum-hukum yang membahas benda, bukan hukum perbuatan. Sebab, ada perbedaan antara hukum perbuatan dengan hukum benda.

Hukum perbuatan terikat dengan al-ahkâm al-khamsah (lima macam hukum syarak), yaitu wajib, sunah, makruh, haram, dan mubah. Sedangkan, hukum benda hanya terikat dengan hukum halal dan haram, ataupun mubah dan haram. Tidak ada hukum benda yang makruh, sunah, atau wajib.

Karena pakaian ini merupakan sesuatu yang digunakan oleh seseorang untuk menutup auratnya, maka pakaian adalah bendanya sedangkan menutup aurat adalah aktivitasnya. Secara umum, hukum Islam mengenai pakaian asalnya adalah mubah. Ini sebagaimana kaidah ushul yang menyatakan,

“Hukum asal benda adalah mubah, selama tidak ada dalil yang mengharamkannya.”

Ini artinya bahwa pakaian hukum asalnya adalah mubah. Dan untuk mengharamkannya harus ada dalil yang mengharamkannya. Barulah hukum benda tersebut akan menjadi haram. Sekalipun demikian, jika diteliti lebih mendalam, hukum Islam yang berkaitan dengan benda tersebut tidak ada satu pun yang disertai dengan illat apa pun. Sebab semua hukum yang berkaitan dengan pakaian adalah hukum benda yang asalnya mubah berdasarkan dalil umum, dan menjadi haram jika ada dalil khusus yang mengharamkannya.

Jadi, hukum pakaian tersebut mutlak ditentukan olah dalil, bukannya oleh yang lain sehingga dalam masalah pakaian tidak ada analogi. Meskipun tetap tidak bisa ditolak adanya tahqîq manât, yaitu usaha untuk membuktikan objek benda tertentu.

Misalnya, ada pakaian yang diharamkan karena menyerupai hadhârah (tradisi budaya) bangsa atau umat lain. Contohnya, songkok Yahudi, lambang salib Kristen, atau serban Sikh yang dibelitkan di kepala para pengikutnya. Semuanya ini diharamkan berdasarkan dalil tasyabbuh bi al-kuffâr (menyerupai pakaian orang kafir). Sedangkan untuk membuktikan mana pakaian yang menyerupai orang kafir tidak memerlukan dalil, tetapi cukup dengan pembuktian realitasnya, atau yang disebut dengan tahqîq al-manâth.

Hukum-hukum Islam mengenai makanan dan minuman adalah hukum-hukum yang membahas benda, sama seperti hukum pakaian. Karena itu, hukumnya jelas berbeda dengan perbuatan. Hukum benda tersebut hanya terikat dengan halal dan haram, atau mubah dan haram. Di sini tidak ada makruh, sunah, atau wajib.

Karena makanan dan minuman ini merupakan benda yang akan digunakan oleh seseorang untuk memenuhi keperluannya, maka makanan dan minuman adalah benda. Sedangkan usaha pemenuhannya adalah aktivitasnya. Secara umum, hukum Islam yang berkaitan dengan makanan dan minuman ini adalah mubah, yang menjadi haram jika ada yang mengharamkannya, sebagaimana kaidah ushul yang berkenaan dengan benda,

“Hukum asal benda adalah mubah, selama tidak ada dalil haram yang mengharamkannya.” [MNews/Rgl]

Sumber: Hafidz Abdurrahman, Islam Politik dan Spiritual

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sejarah, Akar Masalah, dan Cara Islam Tuntaskan HIV/AIDS

*Sejarah, Akar Masalah, dan Cara Islam Tuntaskan HIV/AIDS* Oleh: Yenni Sarinah, S.Pd (Aktivis Pendidikan Kelahiran Selatpanjang, Riau) ...