(Penulis Ideologis Riau)
Linimasanews.com—Suatu negara yang makmur, tentu rakyatnya turut merasakan keberlimpahan manfaat di segala lini. Namun, bagaimana dengan negara yang tekor? Tentunya ini menjadi bumerang bagi rakyatnya. Sudahlah melarat, konsumsi harian kian sekarat, dibanting pula dengan harga yang kian meroket tanpa ampun, bahkan tanpa solusi pasti. Jargon pemimpin hanya bisa berujar “Hati-hati, harga kian tinggi!” Janji kampanye pun tinggal janji.
Rakyat Tercekik Tak Berdaya
Setelah harga pangan melambung tinggi, kini giliran harga gas LPG ikut-ikutan mencekik rakyat kecil. Lengkap sudah kiranya derita dan kesusahan rakyat di tahun 2022 ini. Semua bahan pokok serba naik, tanpa ampun. Segala kebutuhan mengalami kelangkaan hingga kenaikan harga yang cukup signifikan. Terlahir pula budaya kucing-kucingan antara aparat dan pengusaha, serta makin nyata budaya antre demi kebutuhan sehari-hari.
Mulai 27 Februari 2022, harga LPG nonsubsidi mengalami kenaikan harga. Kenaikan ini menambah daftar beban masyarakat dalam memenuhi kebutuhan mereka. Utamanya pelaku usaha makanan atau warung yang terbiasa menggunakan LPG nonsubsidi, seperti Bright Gas atau LPG 12 kg (liputan6.com, 27/02/2022).
Tidak tanggung-tanggung, selisih kenaikan harga elpiji nonsubsidi cukup mengejutkan, dari harga Rp165.000 menjadi Rp200.000 untuk LPG 12 kg. Sementara untuk LPG subsidi 3 kg tidak mengalami kenaikan harga. Harga LPG nonsubsidi naik Rp15.500 Per Kg (tribunnews.com, 28/02/2022).
Dengan kenaikan harga elpiji nonsubsidi ini membuat pelaku usaha mengalihkan penggunaan elpiji nonsubsidi ke elpiji bersubsidi demi mengurangi pengeluaran yang kian membengkak. Mereka berupaya meminimalisasi pembengkakan modal lantaran harga pangan yang naik secara bersamaan disusul harga elpiji nonsubsidi.
Semua itu terpaksa mereka lakukan agar roda usaha mereka tetap berjalan dan mendapat untung meski tipis. Akibat dari melambungnya harga elpiji nonsubsidi yang makin tidak terjangkau bagi pelaku usaha kecil. Sehingga pada akhirnya, mereka kian sulit memenuhi kebutuhan agar keluarga mereka tidak kelaparan, segala cara pun dilakukan.
Pemerintah mengatakan tidak ada perubahan untuk harga elpiji bersubsidi. Namun, siapa yang akan menjamin harga elpiji 3 kg tersebut tidak naik lagi seperti yang lainnya? Mari bercermin pada kenaikan harga pangan yang merembet ke bahan pangan lainnya. Dari minyak goreng dan kedelai yang mahal, lalu menular ke daging sapi, cabe, hingga ayam potong.
Itulah yang selalu terjadi tiap tahun. Negara seperti tidak bisa mengontrol ketidakstabilan harga-harga komoditas di pasaran. Jika harga-harga kebutuhan pokok sudah naik, biasanya agak sulit untuk menurunkannya kembali dengan berbagai alasan klasik.
Di Mana Peran Negara?
Di mana peran negara? Ini menjadi tanda tanya besar. Seharusnya tugas negara yang paling utama adalah menjamin dan memenuhi kebutuhan pokok masyarakat dengan baik. Negara harus memastikan setiap individu rakyat dapat memenuhi kebutuhan asasi mereka tanpa dibayangi dengan kelangkaan dan mahalnya harga. Bukan sibuk membuat Surat Edaran yang tidak penting dan seabrek aturan yang nihil manfaat.
Negara juga harus menjamin bahwa setiap individu rakyat terurus dengan baik, yaitu memudahkan mereka mengakses berbagai kebutuhan, layanan publik, serta fasilitas dan sumber daya alam yang menguasai hajat publik. Semisal 6 kebutuhan dasar mereka, sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Sayangnya, sistem kapitalisme hari ini telah melalaikan tugas, pokok, dan fungsi negara sebagai pelayan rakyat. Para penguasa kapitalis lebih mementingkan kepentingan korporasi. Rakyat ibarat warga kelas bawah. Sehingga, kebijakan negara tidak lagi berpihak pada kepentingan rakyat, justru berpihak pada oligarki yang cari untung terus menerus.
Negara hari ini hanya mengatasnamakan rakyat untuk memuluskan proyek oligarki kekuasaan mereka. Pengabaian inilah yang menjadikan negeri ini tidak pernah tuntas menyelesaikan permasalahan yang ada. Belum lagi kapitalisasi hajat publik yang kerap terjadi secara halus, namum mematikan hajat hidup orang banyak.
Penguasa juga terang-terangan melakukan liberalisasi harta milik rakyat dengan menyerahkan penguasaan dan pengelolaannya kepada swasta. Kalaulah masih berdaulat atas kekayaan alam, itu hanya berlaku di hilir semata. Sementara bagian hulunya, negara bukan satu-satunya pemain tunggal. Dalam diam, tergadai dan terjarahlah aset bangsa.
Tugas Penguasa dalam Negara Islam
Dalam Negara Islam, tugas penguasa adalah ri’ayah su’unil ummat, yakni mengurusi kepentingan rakyat dengan sebaik-baik pelayanan. Penguasa bukanlah pelayan kepentingan korporat atau pejabat. Negaralah yang bertanggung jawab atas pengelolaan sumber daya alam yang berkaitan dengan hajat publik. Negara tidak boleh menyerahkan pengaturan hajat publik ini seperti minyak bumi, gas alam, dan lainnya kepada individu atau swasta.
Negara satu-satunya penyelenggara pengelolaan hajat publik mulai dari proses produksi, distribusi, hingga masyarakat dapat memanfaatkannya secara murah atau gratis. Tidak ada dikotomi siapa yang harus menikmati dengan murah kekayaan alam tersebut. Elpiji murah bukanlah hal yang mustahil untuk diwujudkan jika pengelolaannya diatur berdasarkan syariat Islam dan diemban oleh penguasa yang amanah dan tepat janji. Rasulullah saw. bersabda:
“Kaum muslim berserikat pada tiga perkara, yaitu air, padang rumput, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Hadits tersebut adalah pedoman bahwa pengelolaan hajat publik yang sifatnya tidak terbatas dan dibutuhkan masyarakat tidak boleh dimiliki atau dikuasai oleh individu, kelompok, ataupun negara. Negara hanya bertugas mengelola dan mendistribusikan hasil pengelolaannya kepada masyarakat secara murah. Bahkan jika berlimpah, rakyat mendapatkannya secara gratis.
Sungguh berat beban seorang pemimpin. Sebab, pertanggungjawabannya tidak hanya di dunia, tapi juga akhirat kelak. Maka dari itu, hendaknya penguasa benar-benar memperhatikan akibat pengabaian urusan rakyat dan kebijakan yang membuat rakyat susah.
Rasulullah saw. mendoakan kesusahan bagi para penguasa yang menindas rakyat:
“Ya Allah, siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku kemudian dia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia. Siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku dan memudahkan mereka, maka mudahkanlah dia.” (HR Imam Muslim)
Tidakkah doa Nabi saw. ini cukup menjadi peringatan keras bagi penguasa yang senantiasa memberi kesulitan bagi rakyatnya? Berhentilah membuat kerusakan. Bertakwalah kepada Allah SWT. dan segera terapkan hukum-hukum Allah sebelum negeri ini hancur ditegur dengan bencana yang tak kunjung usai rimbanya.
Wallahu a’lam.
SUMBER : https://linimasanews.com/elpiji-meroket-apakah-negara-mulai-tekor-oleh-yenni-sarinah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar