Mustajab Tak Berhijab
Karya : YeSa
Petang itu senyap, tak terdengar lagi suara azan maghrib yang biasanya menjadi alarm terakhir untuk anak-anak yang bermain di padang ilalang untuk segera pulang, mandi dan mengaji di Masjid. Namun, tidak dengan suara emak Abdullah. Menggelegar memanggil Abdullah dan adik-adiknya yang telah berkubang lumpur parit lapangan.
"Kenapa emak panggil kami pulang, kan belum azan." Tanya Abdullah.
"Listrik padam, tak akan kau dengar lagi azan pak Tohir tu. Lekas pulang, hari dah nak malam."
"Emak, kami lelah. Bolehkah kami libur mengaji kali ini?" Tanya Abdullah lagi.
"Kalau malam ini kalian lelah dan tak pergi mengaji, besok sepekan kau bersama adik-adik kau ini tak boleh lagi main ke padang. Mau?"
"Tidak… Baiklah, Mak. Kami pergi mengaji."
Emak memang militan, membuat kami menjadi anak yang penuh tekanan. Sesekali aku hendak berteriak. "Aku ingin bebas dan lekas menjadi dewasa." Namun inginku ini membuatku takut menjadi durhaka pada titah emak yang maha benar di atas segala hal di dunia.
***
Walaupun listrik padam, ramai yang pergi mengaji. Karena di masjid ada listrik dari mesin genset. Setelah maghrib berjamaah, Bang Hasan, guru ngaji kami memilih 3 orang dari kami untuk berkisah tentang ibu kami masing-masing.
"Apa yang paling kalian tidak suka dari ibu kalian?"
"Ibu itu terlalu banyak aturan." Ucap Abdullah.
"Ibu itu kejam, tak bangun subuh kita, dari kasur yang empuk pindah ke ember dingin, basah kuyup dibuatnya." Ucap Adi sambil tersenyum geli.
"Ibu itu tak bisa melihat anaknya senang. Baru main sebentar, sudah disuruh pulang. Mandi lah. Ngaji lah. Kan belum azan." Ucap Syifa bermuram muka.
Bang Hasan lalu menyimpulkan kesan dan derita kami dimarahi emak. Bahwa emak adalah pintu surga bagi anak-anaknya. Bagaimana tidak, tanpa keberadaan wujud emak dengan tugasnya hamil, melahirkan, menyusui, mana mungkin kami ada di dunia ini.
***
Sepanjang jalan pulang kulihat jalanan ini kembali sepi. Walaupun listrik telah kembali menyala, namun ada kesunyian yang jiwaku rasakan setelah mendengar nasihat dari Bang Hasan. "Mungkinkah aku adalah salah satu anak yang disebut Bang Hasan ciri-ciri anak durhaka?". Ah, entahlah.
Suara lirih terdengar memanggil namaku dari kejauhan. Kuberbalik badan dan melihat ke belakang. Bang Hasan berlarian mengejarku.
"Ada apa, Bang? Abang memanggil aku ada perlu apa ya?"
"Begini Abdullah, besok kan dari masjid besar itu akan mengadakan Lomba Final. Besok kau bawalah emak sekali tuk do'akan kau agar menang lomba besok."
"Tapi Bang, itukan lomba azan. Kenapa tak bawa bapak aja bang? Bapak aku dah pulang kalau jam segitu."
"Boleh juga dibawa bapak kau tu. Tapi, do'a emak kau untuk kau mustajab, tak berhijab, dik"
"Baiklah, Bang. Semoga emak lembut hatinya esok malam. Abang tahu lah sendiri. Petang lalu kami dah kena hamun emak gegara lambat balek dan tak mau mengaji."
"Apapun itu, kalau dibicarakan dengan baik, akan baik juga hasilnya. Semangat."
Baru kali ini aku melihat Bang Hasan begitu perhatian dan menganggap penting kehadiran emak dalam aktivitas perlombaan yang aku ikuti. Guru ngaji yang dulu tak begitu peduli seperti ini.
***
Kumelihat emak dengan aktivitasnya di rumah. Emak terlihat sangat lelah. Sesekali emak menyeka keringat dan memijat pundaknya yang mulai penat.
"Emak, besok Abdullah ada lomba final azan di Masjid besar sana, Mak. Mak ada waktu tak tengokkan Abdullah tampil. Abdullah pun ingin emak do'akan Abdullah berhasil besok, Mak."
"Tengoklah besok." Ucap Emak ringkas.
Ya, Allah. Mungkin emak masih marah sebab semalam aku mengeluh tak mahu lagi mengaji. Atau mungkin emak marah sebab aku main tak ingat waktu senja. Entahlah. Hatiku risau tak menentu.
Menjelang Lomba Final azan besok, pagi harinya aku masih berlatih di rumah. Sesekali emak bergumam, "Kurang lantang suaramu." Kukira emak tak peduli. Ternyata emak masih perhatian denganku.
"Emak, dah selesai kerjaan emak hari ini? Ada yang bisa Abdullah bantu, Mak?" Tanyaku basa basi.
"Lain arah angin kutengok hari ini ya." Sindir emak dan melirik tajam padaku.
"Ampunkan dosa-dosa Abdullah ya, Mak. Abdullah ingin emak do'akan usaha Abdullah kali ini, Mak."
"Dapat apa emak mendo'akan engkau?."
"Emak tu suka gitu. Terserah emak aja lah, Abdullah siap taat. Yang penting emak do'akan usaha Abdullah nanti saat Lomba."
"Baiklah. Pegang cakap kau tu ya." Tegas emak dengan wajah penuh curiga.
***
Perhelatan Lomba berlangsung amat megah. Tak hanya dari wilayah kami yang hadir. Dari wilayah yang jauh juga turut hadir. Kudengar suara azan para peserta amat merdu dan aku mulai gentar takut mengecewakan wilayahku.
Bang Hasan pun turut hadir sebagai bagian panitia acara. Bang Hasan sempatkan menyapa emak. Dari kejauhan kulihat mereka berbincang-bincang seolah menceritakan aku. Kulihat dari jauh emak tersenyum dan mengacung jempolnya untuk menyemangatiku.
Selembar kertas dititipkan seseorang kepadaku dibalik panggung. Ternyata itu tulisan emak. Aku terharu membaca tulisan itu. Dan semangatku kembali menyala untuk memenangkan lomba.
"Abdullah, emak yakin usaha Abdullah tidak akan mengkhianati Abdullah. Emak do'akan Abdullah menang. Tetap semangat ya, nak. Emak minta Abdullah tampil maksimal. Do'a emak bersama perjuanganmu, nak." Tulis emak pada selembar kertas putih berlipat empat.
***
Diantara piala-piala yang kami peroleh semasa kecil, ada satu piala yang mengingatkanku pada emak. Andai dulu tak kudengar ucapan Bang Hasan. Mana mungkin kubisa melihat betapa emak begitu tulus menumpahkan air mata dan memberi semangat yang membara kepadaku atas keberhasilanku meraih juara 1 kala itu.
Kini emak tinggal kenangan, setumpuk album foto kami semasa kecil, foto emak sangat langka. Satu foto berharga hanya ketika emak menemani aku menerima trofi juara. Benar kata Bang Hasan, do'a emak mustajab tak berhijab. Hingga surat dari emak ketika lomba masih aku simpan rapi dibalik foto itu. Kini hidupku sepi, karena emak pergi dan tak akan pernah kembali.
Pekanbaru, 14 Juni 2023
YeSa singkatan dari nama Yenni Sarinah. Memiliki nama pena Hazimah Khairunnisa’. Seorang jurnalis sekaligus ibu rumah tangga dengan 2 orang putera. Lahir di Selatpanjang pada 14 November 1989 dan telah menyelesaikan Pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau jurusan Pendidikan Biologi.
Referensi Cerpen Religi
Merajut Mimpi Sang Tholabul Ilmi - Karya : Andre Abidin
Pertemuan Rahasia - Karya : Khairul A. El Maliky
Makna Sebuah Bait Nadzim - Karya : Nurlintang Panuluh
Sobekan Kertas Kecil - Karya : Asyifa Riyani
Nu'aiman dan Suwaibith - Karya : Putri Kirana Arlani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar