https://linimasanews.com/harga-beras-merangkak-naik-pasar-murah-solutifkah-oleh-yenni-sarinah/
Harga Beras Merangkak Naik, Pasar Murah Solutifkah?
Linimasa -September 25, 2023
Oleh: Yenni Sarinah, S.Pd. (Jurnalis, Pegiat Literasi Islam Selatpanjang – Pekanbaru, Riau)
Linimasanews.com—Di tengah lonjakan harga beras yang terjadi beberapa pekan belakangan ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau sudah melakukan upaya untuk menekannya. Di antaranya adalah dengan menggelar pasar murah. Solutifkah?
Dikutip dari mediacenter.riau.go.id (13/9/2023), Kenaikan harga beras yang terjadi di Riau, khususnya di Pekanbaru terjadi akibat gagal panen yang terjadi di Jawa dan Sumatra Selatan. Gagal panen di wilayah ini disebabkan karena faktor cuaca El Nino. Kondisi inilah yang menyebabkan kenaikan harga beras. Khususnya beras jenis topi koki dan belida.
Hal ini dibenarkan melalui pemberitaan yang dikutip dari republika.co.id (18/9/2023), Beras kualitas I dan kualitas II alami kenaikan harga selama tiga minggu berturut-turut di Kota Padang Panjang. Kabag Perekonomian dan Sumberdaya Alam Setdako, Putra Dewangga, mengatakan kenaikan harga beras dipicu dampak dari El Nino secara nasional, serta serangan hama tikus di Padang Panjang dan sekitarnya.
Sejauh ini, operasi pasar sudah dilaksanakan di beberapa titik di Kota Pekanbaru. Dalam waktu dekat juga akan ada operasi pasar di Dumai. Disperindagkop UMKM Provinsi Riau menyediakan sekitar 2 ton beras dan 150 papan telur ayam ras dengan jumlah pembelian dibatasi dengan rincian 20 kg beras dan 1 papan telur ayam ayam.
Pasar Murah Terbatas, Solusi Tidak Tuntas
Menurut data dari riau.bps.go.id, Provinsi Riau dengan jumlah rakyatnya pada 2023 berjumlah 6.735.329 jiwa dan terhitung jumlah penduduk miskin di Provinsi Riau pada Maret 2023 mencapai 485,66 ribu orang. Dengan rincian 196,50 ribu jiwa rakyat miskin di perkotaan dan 289,16 ribu jiwa rakyat miskin di pedesaan.
Dengan ketersediaan pasar murah dua ton beras untuk dibagikan dengan harga murah 20 kg per orang, jumlah ini hanya mampu menjangkau 100 orang saja. Pasar murah ini jauh dari jangkauan untuk rakyat miskin. Padahal dalam pandangan Islam, adil adalah menempatkan segala kebijakan pada tempatnya. Dengan demikian, tidak sekadar rakyat miskin yang diutamakan, tetapi seluruh rakyat yang juga masih butuh beras untuk makan.
Kapitalisasi Pangan Biang Masalah
Tata kelola pangan hendaknya menjadi perhatian serius negara dalam dimensi politiknya. Karena pangan merupakan salah satu dari enam kebutuhan dasar masyarakat, maka perlu ada perjuangan yang tidak instan untuk memulihkan kasus gagal panen dan keterbatasan pangan yang masif terjadi kebelakang ini.
Hal ini dapat kita lihat dari sistem yang dipakai dalam tata kelola negara. Sudah lama negara ini mengadopsi sistem kapitalisme yang menjadi para pemilik modal memainkan regulasi pangan, dengan berbagai alasan. Yang paling santer terdengar adalah harga pupuk yang mahal, lahan pertanian terbatas, hingga ke faktor cuaca ekstrem.
Negara pun turut membuka selebar-lebarnya bagi pihak swasta untuk mengkapitalisasi sektor pertanian. Sehingga harga jual dan jumlah stok regulasinya diatur oleh pihak swasta. Inilah yang menjadikan negara tidak memiliki kemandirian di bidang pangan. Kita pahami bersama, pemodal tidak mungkin mau rugi. Sehingga apapun cara dilakukan untuk mendapatkan keuntungan besar dengan modal seminimal mungkin. Padahal dalam pandangan sistem Islam, pihak swasta dilarang mengambil peran yang terkesan mendikte harga pasar.
Sistem Islam Mengatur Tata Kelola Pangan
Pembenahan tata kelola pangan harus dimulai dari landasan kebijakan nasional, bukan melalui mega jargon food estate. Kebijakan nasional hendaknya berpijak pada konsep pengurusan urusan masyarakat dengan melakukan politik pertanian yang sesuai dengan Islam, dimulai dari intensifikasi hingga ekstensifikasi guna diarahkan pada peningkatan produksi pertanian.
Intensifikasi pertanian sangat relevan dengan kondisi Indonesia saat ini. Kebijakan intensifikasi ini dapat memanfaatkan lahan yang sudah ada melalui penggunaan bibit unggul, perbaikan kualitas dan nutrisi tanah, penggunaan pupuk yang sesuai dan juga adopsi teknologi pertanian.
Ekstensifikasi dapat dilakukan dengan tiga cara berikut: 1) perluasan lahan pertanian dengan pembukaan lahan baru berupa sistem nomaden atau berpindah-pindah ladang, 2) perluasan lahan pertanian dengan pembukaan lahan kering berupa penanaman pohon lamtoro dan kacang-kacangan untuk kembali menyuburkan lahan yang kering, dan 3) perluasan lahan pertanian pembukaan lahan gambut yang kaya kandungan air, seperti di Pulau Sumatra dan Kalimantan.
Selanjutnya perlu ada pendistribusian yang adil dan amanah, sehingga tepat sasaran, bukan diganjal diatas berbagai kepentingan oknum tertentu yang menjadikan pendistribusian sebagai alat pencitraan politik kelompok mereka. Negara juga harus siap memberikan subsidi yang menekan biaya tanam dan meningkatkan keuntungan petani. Sehingga masyarakat mencintai profesi petani, bukan malah cinta hujan emas di negeri orang dengan menjadi tenaga kerja buruh kasar di luar negeri.
Selain itu, dalam pandangan Islam, pangan adalah masalah strategis sehingga negara harus melakukan kemandirian dan tidak 100% tergantung pada negara lain apalagi harus tunduk pada aturan global yang justru mendikte kebijakan dalam negara dan merugikan masyarakat banyak.
Walaupun pertanian boleh dimiliki secara individu, untuk komoditas utama seperti beras yang menjadi kebutuhan penting masyarakat, maka negara harus berada di garda terdepan dalam menuntaskan masalah dan mengendalikan sektor ini. Bukan malah menjadi regulator pihak swasta dan melakukan kerja instan ketika pangan mulai rentan.
Kesemuanya mampu diwujudkan oleh sistem Islam sebagaimana dahulunya sistem Islam pernah menjadi peradaban agung selama 13 abad lamanya dan mampu mensejahterakan masyarakat di dua pertiga dunia. Siapapun boleh bersuara untuk menyatukan opini agar manusia kembali pada aturan yang Allah Swt. tetapkan sebagai pencipta. Terkait urusan kapan hal ini akan terwujud, itu menjadi rahasia sekaligus janji yang pasti terjadi.
Ketika Allah Swt. telah mengabarkan kabar gembira lewat lisan mulia Rasulullah saw. Maka kabar itu pasti benar. Sekarang yang kita butuhkan adalah pembuktian, akankah menjadi pemain ataupun diam dipermainkan musuh-musuh Islam. Jangan berhenti berpendapat, dan sabarlah menanti kebangkitan Islam di saat yang tepat. Wallahu a’lam bish shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar